Selasa, 27 November 2018

Peran Mahasiswa Sebagai Social Contol Era Millenial



Para era modren sekarang ini, kehidupan dihadapkan dengan sistem teknologi yang  semakin canggih. Penggunaan teknologi ini didorong oleh keinginan yang serba cepat dan praktis. Hal ini mengakibatkan kalangan tertentu diuntungkan dengan kesempatan ini. Sementara dikalangan lain tanpa disadari telah dirugikan. Betapa tidak, menurut lembaga riset pasar e-Marketer tahun 2014 bahwa populasi netter di Indonesia mencapai 83,7 juta orang. Jika setiap bulan satu kali menggakses internet maka Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet. Jumlah ini meningkat pada tahun 2017 menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang bekerjasama dengan Teknopreneur menyebutkan bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia meningkat 143,26 juta atau 54,7 persen dari total populasi republik ini. Hal ini menunjukkan penggunaan media internet sangat banyak dengan berbagai program dan aplikasi yang digunakan.

Generasi Millenial merupakan kumpulan anak-anak muda yang produktif dan mahir dengan media sosial. Millenial atau generasi Y adalah kelompok demografi setelah generasi X (Gen-X) yang diperkirakan oleh para ahli lahir 1980-an sampai awal 2000-an. Banyak anak-anak muda yang berinovasi dan aktif dengan media online. Seperti halnya pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan politik. Dalam bidang ekonomi misalnya, pengguna jual beli online yang praktis yang capat. Sehingga dapat menghemat tenaga dan waktu. Sosial budaya dan politik, bagi anak muda yang juga memiliki sikap penduli aktif mengeksplore budaya daerah hingga internasional dan kritis dalam menganggapi persoalan politik. Pendidikan menjadi pondasi utama untuk generasi penerus bangsa ini. Kecanggihan teknologi saat ini sangat membantu para pendidik dan peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan secara efisien. Mulai dari siswa sekolah dasar, SMP/Mts, SMA/MA sampai perguruan tinggi mengunakan teknologi dan media sosial dalam hal pembelajaran. Sistem yang canggih ini dan penggunaan Instalgram, WhatsApp, Twitter, Facebook dan lain-lain memiliki banyak keuntungan bagi penggunanya akan tetapi juga banyak kerugian. Lalu bagaimana peran pembelajar dalam hal ini mahasiswa menggunakan media sosial ini.
Perundingan sebelum aksi dimulai

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mahasiswa diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam struktur pendidikan mahasiswa menyandang status pendidikan tertinggi dari yang lainnya. Tentunya mahasiswa memiliki peran dan fungsi yang jelas dalam dunia pendidikan. Sebagai social  control, agent of change menjaga nilai-nilai kemasyarakatan sudah menjadi peran dan tugas mahasiswa. Peran mahasiswa sebagai social control di era Millenials ini sangat mudah dilakukan. Akan tetapi, apakah para mahasiswa sudah menggunakan peran tersebut atau sibuk dan terlena dengan media sosial dengan fitur-fitur yang dihadirkan. Banyak waktu dihabiskan bermain games sehingga melalaikan kewajiban belajar atau sibuk chatting-an dengan orang lain. Dilain sisi, banyak keuntungan dari media sosial yang dihadirkan. Peran mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan dan aktif menyuarakan daya kritis sangat mudah dilakukan. Sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil oleh publik dapat berjalan dengan baik. Adapun peran mahasiswa sebagai social control di era Millenial, diantaranya:


1.        Memiliki sikap kritis dan berintelektual tinggi dalam menyikapi segala perkembangan dilingkungannya.

2.        Aktif menyuarakan aspirasi kepada publik, jika tidak susuai atau bertentangan dengan kepentingan dan tujuan bersama.

3.        Sabagai social contol mahasiswa harus berani menyampaikan kebenaran terhadap kebijakan yang dihasilkan.

4.        Efisisensi penggunaan media sosial harus dimaksimalkan.

5.        Tuntukan harus lebih produktif dan memenajemen waktu menjadi prioritas utama sehingga dapat mencapai kesuksesan yang nyata.


Usai Pelaksanaan Aksi

Rabu, 07 November 2018

Manajemen Aksi dalam Menyampaikan Aspirasi Kepada Publik

A.     Para Pemikir Aksi-Revolusi
Eisenstadt menjelaskan bahwa ada beberapa revolusi besar yang telah menghantarkan dunia ke era modern antara lain adalah: Pemberontakan besar (1640-1660) dan Revolusi Kejayaan (1688) di Inggris, Revolusi Amerika Serikat (sekitar 1761-1766) dan revolusi Perancis (1787-1799) serta peristiwa-peristiwa yang membawa pesan revolusioner diseluruh dunia seperti revolusi-revolusi Eropa  sekitar tahun 1948, Komun Paris (1870-1871) dan yang terpenting Revolusi Rusia (1917-1918) serta Revolusi China (1911-1948). Semua peristiwa besar itu dimulai dari aksi-aksi kecil yang belum terorganisir kemudian diorganisir oleh kaum revelosioner menjadi suatu revolusi yang membawa perubahan yang mendasar kehidupan sosial. Khusus Komune Paris, Revolusi Rusia, Revolusi China merupakan aplikasi dari teori revolusi Karl Marx[1].
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia revolusi artinya perubahan ketatanegaraan (pemerintah atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata), perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang[2]. Revolusi merupakan konflik politik atau perebuatan kekuasaan politik dari satu kelompok sosial yang dikuasai (rakyat) melawan kelompok sosial yang menguasai (penguasa). Muammar Qadhafi menjelaskan bahwa sistem politik di dunia saat ini adalah produk dari perjuangan untuk meraih kekuasaan diantara penguasa dan rakyat. Perjuqangan itu berlangsung dengan cara damai atau perang. Perjuangan melalui perang berarti revolusi.
Tan Malaka menjelaskan mengenai aksi dan revolusi indonesia bahwa, suatu aksi merupakan awal dari revolusi. Program aksi di Indonesia pada zaman kolonial Belanda mengandung sejumlah tuntutan antara lain: (1) tuntutan berkerja tujuh jam sehari, gaji minimal, dan syarat-syarat kerja serta syarat-syarat hidup yang baik bagi kaum buruh, (2) diakuainya serikat-serikat buruh dan hak untuk mengadakan pemogokan, (3) Organisasi kaum tani untuk hak-hak ekonomi politik, (4) dihapuskannya ‘poenale sanctie’[3]. Poenale sanctie (pidana sanksi) adalah sebuah sanksi hukuman pukulan dan kurungan badan yang dijalankan oleh kolonial Belanda yang berlaku di Suriname dan Hindia Belanda[4]. (5) dihapuskannya hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang menindas gerakan-gerakan politik, seperti undang-undang pemogokan, pertemuan pers, dan pelajaran dan pengakuan penuh atas kemerdekaan bergerak. (6) tuntutan untuk berdemontrasi, demontrasi-demontrasi massa diseluruh Indonesia terhadap penindasan –penindasan ekonomi dan politik, serta terhadap pajak, untuk pembebasan segera bagi para tahanan politik dan dikembalikannya orang-orang buangan politik, dan aksi masa itu harus didukung oleh pemogokan umum dan sikap tidak taat secara massal, (7) tuntutan dihapuskannya Dewan Rakyat, Dewan Hindia, dan Sekretaris Umum, dan dibentuknya Majelis Nasional, yang darnya akan dipilih kemudian suatu badan eksekutif yang bertanggung jawab kepada majelis nasional. Selanjutnya Tan Malaka mengatakan bahwa aksi untuk mencapai kemerdekaan nasional ini akan berlangsung lama tetapi pasti akan membawa kemenangan. Berdasarkan analisis Tan Malaka diatas, bahwa sesungguhnya jalan menuju revolusi itu panjang dan berliku-liku melalui berbagai macam aksi, mulai dari aksi ekonomi, sosial dan politik.
Hal ini sesuai dengan tesis Marx bahwa kaum filosof hanya berfikir tentang dunia, mereka tidak mengubah dunia. Mengubah dunia adalah dengan tindakan, baik melalui aksi maupun melalui revolusi. Pemikiran filsafat ada artinya bila pemikiran itu dipraktekkan dalam kehidupan riil yaitu dengan mengadakan perubahan sosial kearah yang lebih baik menurut hukum umum perkembangan masyarakat[5].

B.    Aksi
Aksi adalah suatu gerak perlawanan, merupakan bagian revolusi, atau tahap awal suatu revolusi. Adapun revolusi adalah suatu puncak dari seluruh jumlah aksi (tingkat aksi) yang membesar, meluas, mamatang, terkoordinasi, terpimpin dan terarah. Baik aksi maupun revolusi harus mempunyai tujuan yang jelas, kekuatan rakyat yang riil, dan pimpinan tepat dan cakap.

a.     Sifat aksi
Aksi dapat bersifat politik, ekonomi, dan sosial. Aksi juga dapat bersifat nasional dan lokal (kedaerahan). Disamping itu aksi dapat bersifat bersama-sama atau sendiri-sendiri, terkoordinasi atau terpisah-pisah, meluas atau sporadis. Aksi lahir dari kandungan kehidupan sosilal yang penuh konflik, baik konflik ekonomi, sosial maupun konflik politik.

b.     Tingkatan aksi
Tingkatan aksi dapat besar atau kecil, berat atau ringan, semuanya itu merupakan bagian dari suatu revolusi. Aksi mempunyai arti yang penting dan bersifat mutlak menuju revolusi. Revolusi tidak mungkin terjadi tanpa melalui ada proses aksi-aksi. Setiap aksi dilakukan harus bertujuan jangka pendek (taktik) dan bertujuan jangka panjang (strategi) yaitu kerah terjadinya revolusi. Ada dua pemikiran aksi yaitu pemikiran pragmatis dan pemikiran revolusioner. Pemikiran pragmatis melakukan aksi harus menang, jika tidak diperhitungkan menang maka tidak perlu melakukan aksi. Pemikiran revolusioner melakukan aksi adalah suatu keharusan, menang kalah aksi harus dilakukan, sebab aksi merupakan latihan untuk mengadakan revolusi. Aksi yang benar (walaupun kecil) adalah aksi yang dilakukan dengan perhitungan tanpa keraguan walaupun kemenangan belum pasti (masih dalam perjuangan). Aksi yang bersifat spekulatif (tanpa perhitungan) akan merusak dan tidak dapat menjadi pelajaran yang berguna.
Misalnya; aksi politik disebut menang jika dipenuhi tuntutannya. Hal ini terjadi pada peristiwa 1998 turunnya presiden Soeharto oleh aksi masal mahasiswa akibat krisis ekonomi.
Aksi sosial-ekonomi adalah aksi yang ringan dan syarat-syarat yang diperlukan juga ringan dibandingkan dengan aksi politik, seperti tuntutan kenaikan upah atau gaji, tunjangan keluarga, perbaikan makanan dan tambahan jatah makanan, perbaikan kesehatan, dsb.

c.      Syarat-syarat aksi
Proses aksi dimulai dari yang paling ringan sampai yang lain paling berat, yaitu dimulai dari: bertanya, usul, protes, menuntut, menetang dan akhirnya sampai berlawan. Delegasi kecil – besar, jangka pendek-jangka panjang, lokal-nasional.
Adapun syarat-syarat aksi antara lain:
1.     Motifnya jelas
2.     Tuntutannya objektif
3.     Sasarannya tepat
4.     Dipahami dan didukung oleh massa yang berkepentingan
5.     Dapat menatik front atau tidak menambah lawan
6.     Persiapan cukup
7.     Keberanian berlawan massa yang berkepentingan sudah timbul.

d.     Strategi dan taktik
Strategi dan taktik penting dalam melakukan suatu aksi. Suatu aksi harus mempunyai target. Target itu merupakan pedoman yang harus dipegang teguh. Oleh sebeb itu harus tangkas dan lincah untuk mencapainya. Suatu aksi bisa mundur bila mengalami kesulaitan, tidak mampu mengatasinya, dan tidak cukup kekuatan untuk maju dan bertahan. Dalam langkah mundur, setiap kesempatan harus bisa mengkonsulidasi kekuatan dan kemudian kembali melangkah maju. Dengan demikian, kompromi dan perundingan harus ditempuh:
1.     Kompromi sebagai taktik adalah kompromi yang bermaksud mencari waktu dan kesempatan supaya bisa mengkonsolidasi menyusun kekuatan untuk kemudian bisa maju lagi mencapai target.
2.     Kompromi sebagai taktis adalah suatu perjuangan untuk bisa mencapai hasil yang bisa mendekatkan pada target dan strategi aksi, atau setidak-tidaknya harus tetap bertahan pada apa yang sudah dicapai sebelumnya, tidak melepaskannya.
3.     Kompromi kapitulasi adalah kompromi yang menyerah dan melepaskan target dan strategi aksi, atau suatu kompromi yang sudah berhenti sampai disitu saja, tidak akan maju lagi meneruskan aksi untuk mencapai target dan strategi aksi.

e.     Bentuk-bentuk aksi.
Bentuk  aksi ada dua, yaitu aksi parlementer dan aksi bersenjata. Aksi parlementer adalah aksi yang bersifat damai dalam bantuk perundingan dengan lawan untuk mencapai kesepakatan bersama untuk mencapai sasaran dan tujuan. Aksi bersenjata adalah perlawanan bersenjata untuk menundukan lawan untuk mencapai sasaran dan tujuan aksi. Aksi ini melibatkan massa yang bersenjata dan menentukan kalah menangnya revolusi. Kedua-duanya harus berdasarkan pada kekuatan intern (sendiri) dan memerlukan bantuan kekuatan front sebagai kekuatan tambahan. Dalam revolusi, aksi parlementer harus tunduk pada aksi bersenjata. Hakikatnya, aksi parlementer harus mengabdi pada aksi bersenjata untuk mencapai tujuan revolusi[6].ama untuk mencapai sasaran dan tujuan. aksi omi yang sudah berhenti sampai disitu sa


Sumber Rujukan:
Darsono. 2007. Karl Marx Ekonomi Politik dan Aksi-Revolusi. Jakarta: DIADIT Media
https://id.wikipedia.org/wiki/Poenale_sanctie


[1] Darsono. Karl Marx Ekonomi Politik dan Aksi-Revolusi, (Jakarta: DIADIT Media, 2007), hal. 155.: DIADIT Mediaomi Politik dan Aksi-Revolusi. Revolusi China merupakan aplikasi dari teori revolusi Karl Marx.eperti re
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online diakses dari https://kbbi.web.id/revolusi pada tanggal 7 November 2018 pukul 13.14
[3] Ibid, 157.
[4] Poenale Sanctie diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Poenale_sanctie  pada tanggal 7 November 2018 pukul 13.36
[5] Ibid, 159
[6] Ibid, 169.